Nelayan Takabonerate Merasa Terpinggirkan: “Laut Kami, Tapi Kami Hanya Penonton”
Selayar Sulsel, Sulawesibersatu.com – Suara nelayan tradisional dari gugusan pulau Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), kembali menggema, bukan karena hasil tangkapan yang melimpah, melainkan karena ketidakadilan yang mereka rasakan dalam sistem jual beli ikan di wilayah mereka sendiri.
Hanya dua nama yang kini mereka andalkan yakni Pimping dan H. Neng. Dua pengusaha lokal ini menjadi satu-satunya harapan nelayan kecil untuk menjual hasil tangkapan mereka, meski harga yang ditawarkan pun kerap tak menentu.
“Kalau hasil bius tidak ada, kami susah jual. Yang bisa beli hanya Pimping dan H. Neng, itupun harganya tidak menentu,” keluh seorang nelayan yang enggan disebut namanya, Sabtu (26/4/2025).
Masalah tak berhenti di sana. Kapal-kapal pembeli dari luar daerah, yang dulunya diharapkan membuka akses pasar lebih luas, justru memilih menjalin kerja sama langsung dengan pengusaha besar di kawasan tersebut. Nelayan kecil merasa kehilangan tempat dalam sistem ekonomi laut yang kian eksklusif.
“Kami seperti jadi penonton. Padahal laut ini juga milik kami. Tapi yang menikmati hasil justru mereka yang punya modal besar,” lanjutnya lirih.
Kondisi ini memperlihatkan wajah timpang dari tata niaga hasil laut di kawasan konservasi Takabonerate, wilayah yang kaya potensi, namun belum memberi ruang setara bagi seluruh pelakunya.
Masyarakat nelayan berharap ada langkah tegas dari pemerintah daerah dan pengelola kawasan konservasi. Mereka mendesak evaluasi sistem distribusi dan penertiban mekanisme perdagangan agar tak terus menerus meminggirkan nelayan tradisional yang menggantungkan hidup dari laut.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak berwenang maupun dari para pengusaha yang disebut dalam keluhan para nelayan. (TIM)
0 Response to "Nelayan Takabonerate Merasa Terpinggirkan: “Laut Kami, Tapi Kami Hanya Penonton”"
Posting Komentar