-->

Penugasan Perwira Polri di Kementerian, Langkah Strategis atau Kemunduran Reformasi




Jakarta, Sulawesibersatu.com – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo merotasi dan memutasi 1.255 personel Polri, termasuk 88 yang mendapat promosi jabatan. Dari jumlah tersebut, 25 perwira tinggi (Pati) dan menengah (Pamen) ditempatkan di berbagai kementerian dan lembaga negara berdasarkan enam Surat Telegram (ST) Kapolri tertanggal 12 Maret 2025.


Penugasan ini mencakup berbagai institusi strategis seperti Kementerian UMKM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Badan Intelijen Negara (BIN). Beberapa perwira yang ditugaskan antara lain Irjen Pol Prabowo Argo Yuwono di Kementerian UMKM, Irjen Pol Yudhiawan di Kementerian Kesehatan, dan Irjen Pol Mohammad Iqbal di DPD RI.


Penempatan anggota Polri dalam jabatan di luar institusi ini kembali memunculkan perdebatan terkait ketimpangan aturan antara Polri dan TNI. Sejak reformasi 1998, pemisahan antara kedua institusi ini bertujuan untuk memastikan TNI fokus pada pertahanan negara, sementara Polri bertugas dalam bidang keamanan dan penegakan hukum.


Dalam hal penugasan di luar institusi, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur secara ketat bahwa prajurit aktif hanya bisa ditugaskan di beberapa lembaga tertentu, seperti Kementerian Pertahanan dan BIN. Aturan ini bertujuan menjaga netralitas militer dan menghindari dominasi di sektor sipil.


Sebaliknya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri awalnya mewajibkan anggota Polri yang ditugaskan di luar institusi untuk mengundurkan diri atau pensiun. Namun, aturan ini dilonggarkan melalui Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2013, yang memungkinkan anggota Polri aktif menduduki jabatan di kementerian atau lembaga negara tanpa harus keluar dari dinas kepolisian.


Kendati Perkap tersebut telah digantikan oleh Perkap Nomor 4 Tahun 2017 yang mengatur ulang mekanisme penugasan luar struktur, substansi perubahan ini tetap menuai kritik. Polri dinilai masih memiliki fleksibilitas lebih besar dibandingkan TNI, sehingga membuka ruang bagi kemungkinan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.


Fenomena ini memicu kekhawatiran bahwa Polri dapat kembali memainkan peran ganda seperti pada era Orde Baru, di mana institusi ini turut serta dalam politik dan birokrasi sipil. Jika reformasi bertujuan untuk memastikan profesionalisme aparatur keamanan, maka standar yang diterapkan seharusnya berlaku sama bagi TNI maupun Polri.


Sebagian pihak berpendapat bahwa penugasan anggota Polri di luar institusi kepolisian seharusnya lebih selektif dan berbasis kebutuhan yang jelas. Kelonggaran aturan saat ini dinilai berisiko mengurangi independensi Polri serta menciptakan celah bagi kepentingan politik dalam institusi yang seharusnya netral.


Dalam jangka panjang, peninjauan ulang terhadap aturan penugasan luar struktur bagi Polri menjadi penting untuk memastikan bahwa reformasi sektor keamanan tetap berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi. Kejelasan regulasi ini juga akan berkontribusi pada peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri sebagai institusi penegak hukum yang profesional dan independen.


Sebagai penjaga keamanan dalam negeri, Polri memiliki peran krusial dalam stabilitas nasional. Namun, untuk menjaga kepercayaan publik, perlu ada kepastian bahwa aturan yang berlaku sejalan dengan semangat reformasi dan menghindari potensi penyalahgunaan wewenang. Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mengkaji kembali regulasi ini demi memastikan transparansi dan profesionalisme Polri di masa depan. (*Red)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Penugasan Perwira Polri di Kementerian, Langkah Strategis atau Kemunduran Reformasi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel