Idul Adha dan Implementasi Kesalehan Sosial
dok foto : Ketua Umum HMI Cabang Pontianak : Gus Hefni Maulana
Pontianak Kalbar,Sulawesibersatu.com– Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. (QS. Al-Kautsar 1-3.)
Salah satu pesan penting dalam ayat ini adalah tentang perintah berkurban. Dalam kajian fikih, kurban merupakan ritual keagamaan dengan menyembelih hewan ternak berupa kambing, sapi atau unta yang telah memenuhi kriteria tertentu, baik dari segi umur, Kesehatan dan kemampuan individunya. Pelaksanaanya dimulai pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah dalam rangka mendakatkan diri kepada Allah SWT.
Jika dikaji lebih lanjut, ibadah kurban memiliki dua dimensi makna yang bersifat vertikal dan Horizontal. Secara Vertikal, ibadah kurban merupakan upaya pendekatan diri paling puncak antara seorang hamba dengan Allah SWT. Ibadah kurban dalam makna Vertikal tercermin pada keikhlasan Shahibul kurban (orang yang berkurban) yang tanpa mengharap imbalan kecuali ridho-Nya. Keikhlasan ini tidak cukup hanya bermodal niat tetapi juga realisasi dalam bentuk hewan kurban yang diharuskan tidak boleh cacat. Artinya, keikhlasan dalam berkurban di sini tidak karena mengikhlaskan barang yang sudah tiada manfaat baginya tetapi mengikhlaskan harta yang sebenarnya masih dicintainya.
Ibadah kurban di samping memiliki makna Vertikal untuk menjadikan seseorang saleh secara ritual juga memiliki makna Horizontal yang diharapkan mampu menjadikan seseorang saleh secara sosial. Ibadah kurban bukan sekadar amal tanpa implikasi sosial yang jelas, melainkan suatu upaya menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Filosofi Kurban
Setiap perintah dari Allah SWT tentu memiliki hikmahnya tersendiri. Begitu juga dengan perintah berkurban sebagaimana yang tertuang dalam surat Al-Kautsar. Yakni dalam rangka bergembira atas rahmat-Nya. Wujud rahmat adalah belas kasih terhadap sesamanya atau dalam artian kepedulian terhadap sosial.
Kurban merupakan ibadah yang disyariatkan bersama hari raya Idul Adha. Kaum muslim diperintahkan untuk memperlihatkan kegembiraan dan sukacita yang dimanifestasikan dengan kurban. Karena dengan kurban para umat bisa menyantap hidangan daging kurban yang mungkin untuk sebagian orang hanya bisa memakannya setahun sekali.
Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya hari itu (tasyrik) hari untuk makan, minum dan mengingat Allah.” (HR Muslim).
Karenanya kurban merupakan rahmat di mana kaum muslim diperintahkan untuk memperlihatkan suka cita dengan berbagi daging kurban dalam rangka implementasi kepedulian sosial terhadap segala rahmat yang diberikan oleh Allah Swt. Selain itu, pembagian daging kurban kepada mereka yang berhak merupakan upaya pendekatan psikologis atas kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya. Ibadah kurban adalah wahana hubungan kemanusiaan yang dilandasi oleh semangat sense of belonging dan sense of responsibility yang bisa menyuburkan kasih sayang antar sesama dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Kesalehan Sosial
Pemaknaan kesalehan sosial ini tergambar dari komponen pembagian hasil penyembelihan hewan kurban kepada fakir miskin. Hal ini ditujukan untuk menimbulkan nuansa egaliter dalam masyarakat. Sayangnya pesan kedua ini tidak banyak dipikirkan oleh kebanyakan kaum muslim. Padahal, seperti halnya daging kurban, kebaikan adalah sesuatu yang dapat ditularkan. Kebanyakan kaum muslim hanya terpaku pada pemberdayaan keimanan diri sendiri. Menjadi orang yang paling baik diantara orang yang lain mungkin menjadi prioritasnya. Akan tetapi yang perlu diingat adalah, bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
Kesalehan sosial adalah nilai Islam yang melihat kepedulian seseorang terhadap kepentingan masyarakatnya sebagai bagian dari ibadah. Islam memandang ketakwaan seseorang tidak cukup ditandai oleh ritual yang bersifat individu. Namun, ketakwaan akan lebih komprehensif (kaffah) bila juga mengakomodasi kepentingan umum dan bermanfaat kepada lingkungannya. Selain itu, kesalehan sosial juga mengajarkan kita untuk berempati dan bersimpati atas kekurangan yang dirasakan orang lain.
Sebagai contoh, perayaan idul adha ditandai juga dengan penyembelihan hewan kurban. Bagi para kaum yang memiliki tingkat ekonomi lebih baik, mereka akan melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Berbeda dengan yang tingkat ekonominya cenderung kurang. Tentu keinginan untuk sama-sama merayakan idul adha dengan adanya daging kurban menjadi sesuatu yang diurungkan. Karenanya, bagi yang memiliki kemampuan berkurban untuk dapat berbagi kebahagiaan dengan memberikan pembagian daging kurban yang dimilikinya kepada mereka yang tidak mampu. Sehingga dengan demikian, kepekaan terhadap ketidakmampuan orang-orang di sekitarnya meningkat dan diimplementasikan dengan saling berbagi kebahagiaan.
Kurban Untuk Saleh Sosial
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, mengajarkan kepada pemeluknya untuk menebarkan kebaikan kepada semua manusia tanpa terkecuali. Islam tidak selalu berbicara mengenai ibadah wajib (Vertikal) yang bersifat pribadi, akan tapi juga ibadah sosial (Horizontal) yang disebarkan secara luas. Kedua hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dan harus berjalan secara integral serta keduanya harus seimbang. Melakukan ibadah individu yang bersifat wajib tanpa memperhatikan ibadah sosial, niscaya orang tersebut merupakan orang yang merugi. Sedangkan melakukan ibadah sosial tanpa dibarengi ibadah wajib, maka hal tersebut akan menjadi sia-sia.
Berkurban pada hari raya Idul Adha, dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk charity atau derma jika kita memandangnya dari sudut ilmu sosial. Derma dalam ajaran agama Islam merupakan suatu hal yang diwajibkan kepada setiap pemeluknya. Hal tersebut telah banyak disebutkan dalam alquran dan hadits, bahwasanya setiap harta yang dimiliki oleh setiap orang, sebagiannya terdapat hak orang lain untuk didermakan ke sesama manusia. Derma bukan hanya sebagai ritual ataupun purifikasi spiritual semata, namun hal tersebut menjadi salah satu faktor pendorong untuk pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
Melaksanakan kurban dimaknai dengan bentuk kesalehan individu (vertical). Namun hal ini saja tidak cukup apabila tidak membagikan hasil penyembelihan kurban terhadap mereka yang belum mampu melaksanakan kurban akibat pelbagai faktor, baik secara ekonomi dan lain sebagainya. Wujud pembagian atas kurban yang dilaksanakannya itu termasuk dalam ranah implementasi ke Salehan sosial.
Oleh karena itu, sebagai umat muslim, selain harus Saleh secara pribadi, namun juga harus Saleh secara sosial. Agar konsep hidup Hablum Minallah dan Hablum Minannas menjadi panduan utuh untuk mendukung terwujudnya masyarakat adil Makmur yang diridloi-Nya. (Nurjali)
0 Response to "Idul Adha dan Implementasi Kesalehan Sosial"
Posting Komentar